Banyak orang keliru menyebut atau menuliskan kata kompleks percandian terluas di Asia Tenggara, yakni Kompleks Percandian Muarajambi.

Bukan Candi Muaro Jambi.

Pegiat jurnalistik dan pemerhati budaya Jambi, Ramond mengatakan, penulisan nama percandian tidak sama dengan penulisan nama Kabupaten Muaro Jambi, wilayah administratif Kompleks Percandian Muarajambi, berada.

“Umumnya ditulis Candi Muaro Jambi.

Faktanya, Candi Muaro Jambi itu tidak ada.

Yang ada adalah Kompleks Percandian Muarajambi,” kata Ramond kepada Tempo pada Sabtu, 7 Mei 2022.

Dia menjelaskan, secara formal, penulisan nama percandian ini merujuk pada penulisan nama resmi oleh Balai Arkeologi Sumatera Selatan dan Balai Pelestarian Cagar Budaya atau BPCB Jambi, yaitu Situs Kawasan Percandian Muarajambi.

Pada 30 Desember 2013, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan telah menetapkan Kompleks Percandian Muarajambi sebagai Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi.

Kendati kalah populer dibanding Candi Borobudur dan Candi Prambanan di Jawa Tengah; Candi Singosari di Kabupaten Malang, Jawa Timur, atau Candi Muaratakus di Riau, misalnya, Ramond yang tekun mengamati perkembangan Kompleks Percandian Muarajambi, meyakinkan ada banyak hal menarik di destinasi wisata sejarah tersebut.

Kompleks Percandian Muarajambi terletak di Kecamatan Marosebo, Kabupaten Muaro Jambi, 26 kilometer sebelah timur Kota Jambi.

Tempo mendatangi Candi Kotomahligai lebih dulu, lalu bergeser ke Candi Kedaton, dan menyudahi kunjungan di Museum Percandian Muarjambi yang satu lokasi dengan Candi Gumpung.

Berikut lima temuan menarik saat berkunjung ke Kompleks Percandian Muarajambi: Kompleks Percandian Muarajambi merupakan kompleks percandian agama Buddha seluas 3.981 hektare atau setara delapan kali luas Candi Borobudur.

Kompleks Percandian Muarajambi membentang sepanjang 7,5 kilometer dari barat ke timur di tepi Sungai Batanghari, sungai terpanjang di Pulau Sumatera.

Selain menjadi yang terluas di Indonesia, Kompleks Percandian Muarajambi juga terluas di kawasan Asia Tenggara.

Diduga, kompleks percandian ini dibangun dari abad ketujuh sampai Abad 12 Masehi, serta merupakan warisan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu Kuno.

Penemuan Kompleks Percandian Muarajambi pertama kali dilaporkan oleh seorang tentara Inggris bernama SC Crooke pada 1824.

Namun, pemugaran pertama kompleks percandian itu dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia pada 1975.

Kompleks Percandian Muarajambi di masa lalu merupakan tempat peribadatan agama Buddha sekaligus pusat pendidikan setingkat universitas.

Dugaan ini diperkuat dengan temuan arca dan artefak bercorak Buddhisme.

Kompleks Percandian Muarajambi berintikan 110 candi dan 85 menapo (gundukan tanah).

Kompleks ini mencakup percandian, situs permukiman kuno, dan sistem jaringan perairan di masa lalu.

Secara administratif, lokasi KCBN Muarajambi terhampar di delapan desa, yaitu Muarajambi, Danau Lamo, dan Dusun Baru di Kecamatan Marosebo, serta Kemingking Luar, Kemingking Dalam, Dusun Mudo, Teluk Jambu, dan Tebat Patah di Kecamatan Taman Rajo.

Nama-nama candi di dalam Kompleks Percandian Muarajambi adalah Candi Gumpung, Candi Kedaton, Candi Kotomahligai, Candi Kembar Batu, Candi Astano, Candi Gedong Dua, Candi Gedong Satu, hingga Telago Rajo.

Selain candi, di Kompleks Percandian Muarajambi terdapat parit atau kanal kuno, kolam tempat penampungan air, serta gundukan tanah yang menyimpan susunan bata kuno.

Ada beberapa arca juga, seperti arca prajnaparamita, arca dwarapala, gajahsimha, umpak batu, lesung batu.

Ditemukan pula gong perunggu beraksara Cina, tulisan mantera Buddha di kertas emas, keramis asing, tembikar, hingga mata uang Cina.

Masyarakat setempat menjuluki gundukan-gundukan tanah di Kompleks Percandian Muarajambi dengan nama Bukit Sengalo atau Candi Bukit Perak.

Pada 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan Kompleks Percandian Situs Candi Muarajambi sebagai kawasan wisata sejarah terpadu atau KWST.

Pada 2009, KWST diajukan sebagai Situs Warisan Dunia kepada Komite Warisan Dunia UNESCO (Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa).

Kompleks Percandian Muarajambi mempunyai keunikan atau kekhasan tersendiri pada fungsinya.

Diduga, kompleks percandian ini merupakan pusat pendidikan terbesar di Benua Asia, setaraf universitas internasional di masa lalu.

Ada kemiripan “Universitas Muarajambi” dengan Universitas Nalanda di India.

Konon, banyak pelajar asing dari India, Tiongkok, dan Tibet menuntut ilmu di sana dengan menempati asrama dengan sekitar 2.000 kamar.

Mereka belajar agama dan beragam cabang ilmu, terutama seni, ilmu kedokteran, filsafat, arsitektur, dan teknologi.

Ini menggambarkan Indonesia pernah menjadi pusat peradaban sekitar seribuan tahun silam.

Bangunan di Kompleks Percandian Muarajambi juga unik karena terbangun dari susunan batu bata yang direkatkan tanpa semen, melainkan dengan air dan matahari.

Bermodal kelebihan dan keunikannya itulah, Presiden Joko Widodo berencana merestorasi KCBN Muarajambi setelah berkunjung ke sana pada 7 April 2022.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *